Berita Terkini

KPU Gelar FGD Penyesuaian Kelembagaan KPU dengan UU Pemilu

Jakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama perwakilan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Sekretariat Negara (Setneg), Senin (30/10) di Hotel Luwansa Jakarta. FGD ini membahas penyesuaian kelembagaan organisasi Sekretariat Jenderal (Setjen) KPU RI, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota, dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. “Penyesuaian organisasi ini sesuai amanat UU Pemilu. Hal ini juga sudah pernah disampaikan ke KemenPAN-RB beberapa tahun yang lalu, tetapi belum ada kelanjutan prosesnya. Harapannya proses ini bisa diselesaikan tidak terlalu lama, karena naskah akademis juga sudah disiapkan,” tutur Kepala Biro Perencanaan Setjen KPU RI Sumariyandono. Terkait hal tersebut, Kasubdit Bidang komunikasi Ditpolkom Bappenas Yunes Herawati mendukung langkah KPU untuk penyesuaian kelembagaan tersebut, mengingat bertambahnya tugas dan kewenangan KPU juga harus diikuti kesiapan sumber daya manusia (SDM). “Hal ini bagus untuk mengejar target partisipasi 77,5 persen pada Pemilu 2019 nanti. Tetapi ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam restrukturisasi organisasi ini, seperti soal eselon 1 yang seharusnya membawahi 1 program, tetapi ini level deputi di bawah Sekjen, kalau di kementerian deputi itu langsung di bawah menteri,” ujar Yunes. UU Nomor 7 Tahun 2017 menjelaskan kalau Sekjen KPU membawahi 3 deputi dan 1 inspektur utama, tambah Yunes. Berbeda dengan di kementerian/lembaga lainnya, deputi langsung di bawah menteri, dan sekjen hanya mengkoordinasikan saja. Sementara itu, Asisten Deputi Kelembagaan Kemenpan Nanik Muryati berharap melalui FGD ini bisa didiskusikan konsepsinya dari KPU untuk restrukturisasi organisasi. UU Pemilu mengatakan Sekjen dibantu oleh 3 deputi, tetapi ayat selanjutnya deputi tersebut bertanggungjawab kepada Ketua KPU melalui Sekjen, ini harus diperjelas terlebih dahulu. “Proses restrukturisasi ini sudah pernah diproses di KemenPAN-RB tiga tahun lalu. Pada saat rapat, direkomendasikan oleh seluruh peserta rapat bahwa kelembagaan KPU tidak relevan untuk dideputikan. Seharusnya soal restrukturisasi kelembagaan ini tidak perlu sampai diatur dalam UU, cukup Perpres saja,” tutur Nanik. Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pembinaan Analis Kebijakan LAN Erna Irawati berpendapat apabila nomenklaturnya sekretariat jenderal berarti hanya supporting saja. Tetapi dalam UU baru tersebut, ada fungsi pengawasan dan pengendalian untuk KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota juga. “Analisis harus dilakukan dengan baik berdasarkan rumpun-rumpun dan beban kerja. Perlu juga evaluasi kelembagaan, pembagian kerja jangan sampai ada yang gemuk dan ada yang kurus. Peran supporting ini juga harus diperjelas, karena juga dijadikan dasar penataan,” papar Erna. Sementara itu, Kabid Aparatur Asisten Deputi Polhukam Setneg Ni’mah Hidayah juga menjelaskan bahwa KemenPAN-RB sudah menyampaikan surat bahwa penyusunan peraturan kelembagaan agar KemenPAN-RB dilibatkan, namun pada perumusan RUU Pemilu ini pemerintah diwakili Kemendagri, Kemenkumham, dan Kemenkeu. “RUU ini inisiatif pemerintah, ketika sudah jadi UU, apabila masih ada yang membingungkan, kita sepakat mengikuti pola yang ada dan harus ada kesepahaman,” ujar Erna.

Sumpah Pemuda Sebagai Pemersatu Bahasa Indonesia

Jakarta, kpu.go.id- Dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda ke 89 Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Senin (30/10) segenap anggota KPU dan jajaran Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum melaksanakan Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda di halaman gedung KPU. Upacara peringatan hari sumpah pemuda, kali ini dipimpin oleh Inspektur upacara anggota KPU Hasyim Asy’ari. Hasyim dalam sambutannya lebih lanjut mengatakan ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil hikmahnya dan kemudian bisa kita bisa jadikan nilai-nilai sebagai pedoman dalam kita bertindak kedepan. Yang pertama kalau kita dengarkan diawal dengan kami putra dan putri, itu menunjukan bahwa ada kesadaran kesetaraan jender diantara kaum muda waktu itu, bahkan jauh sebelum Republik Indonesia secara legal diproklamasikan kaum muda sudah menyadari bahwa kesetaraan jender antara laiki-laki dan perempuan dengan berbagai macam perannya menjadi sesuatu yang penting dan menjadi nilai dasar dalam pergerakan kaum muda pada waktu itu. Kemudian yang kedua kaum muda ini juga berikrar bahwa apapun sukumya, apapun asal muasalnya, apapun latar belakangnya tapi mereka beritikad untuk mengikatkan diri menjadi bagian utuh  dari bangsa Indonesia. “Oleh karena itu menjadi pelajaran bagi kita apapun posisi kita, apapun jabatan, apapun suku bangsa kita, apapun agama kita maka Indonesia menjadi salah satu landasan dimana kita bergerak, dimana kita hidup, dimana kita mencari nafkah dan suatu seketika pada saatnya kita kembali pada Tuhan Yang Maha Esa juga akan dikebumikan di bumi Indonesia ini’, ujar Hasyim. Yang ketiga ada kesadaran bahwa komunikasi itu menjadi sesuatu faktor yang penting dalam kehidupan berbangsa dan diikrarkan yang digunakan dalam komunikasi itu bahasa Indonesia. Saya kira kita tahu  bahwa mayoritas warga di Indonesia saat ini, maupun saat itu terutama saat  sumpah pemuda diikrarkan mayoritas adalah orang jawa, tetapi ada kesadaran tidak menggunakan bahasa jawa sebagai pilihan untuk alat berkomunikasi atau sarana untuk mempersatu bangsa, melainkan yang dipilih adalah bahasa melayu, bahasa melayu adalah sebagai bahasa penghubung setidak-tidaknya dilingkungan di Asia Tenggara dan bahasa melayu yang digunakan itu sebenarnya bahasa melayu dari sebuah wilayah atau kesultaan yang relatif kecil yaitu kerajaan melayu Riau Lingga. Bahwa dari kesadaran pemuda pemudi saat itu kita bisa belajar bahwa dalam perilasi tidak ada urusan antara mayoritas dan minoritas tetapi faktor bahasa sebagai penghubung komunikasi kita menjadi penting, dan pilihan bahasa melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia ini pilihan yang tepat dan strategis karena disitu tidak ada persoalan hirarkis, oleh karenanya bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia pilihan yang tepat, ada kesetaraan kita dalam berkomunikasi. Yang terakhir salah satu ikrar yang sangat penting kita jadikan pedoman saat ini adalah bagaimana kita menjungjung bahasa keadilan, dan bagi kita KPU sebagai penyelenggara pemilu maka tiada lain dan tiada bukan bahasa kita dalam menyelenggarakan pemilu ini yang sudah kita sepakati dalam pengucapan sumpah janji jabatan-jabatan kita adalah selalu berpedoman kepada hukum, selalu berpedoman kepada peraturan perundangan, yang itu kemudian dalam istilah saya itulah sumpah kita menggunakan bahasa keadilan dalam penyelenggaraan pemilihan 2018 maupun pemilu 2019 dan untuk pemilu-pemilu kedepan. Diakhir sambutannya Hasyim mengatakan semoga kita dapat mengambil hikmah dari sumpah pemuda yang sudah dideklarasikan 89 tahun yang lalu dan semoga semangat kepemudaan, semangat kesetaraan, semangat keadilan itu  menjadi  nilai dasar gerak langkah kita sebagai penyelenggara pemilu, imbau Hasyim.

KPU Akan Siasati Sisa Kotak Suara Agar Bisa Digunakan pada Pemilu 2019

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Pemilihan Umum ( KPU) saat ini masih mempunyai 1,8 juta kotak suara yang sudah tersebar di sejumlah kabupaten/kota. Namun kotak suara tersebut masih model lama yang tidak transparan. Sementara, dalam Pasal 341 pada Undang-Undang Pemilu yang baru disahkan, ada ketentuan bahwa kotak suara harus transparan. Ketua KPU Arief Budiman sendiri dalam beberapa kesempatan mengatakan, prinsip KPU adalah penyelenggaraan pemilu yang efisien. Menurut Arief, agar sisa 1,8 juta kotak suara masih bisa digunakan, maka KPU akan melakukan proses modifikasi agar menjadi transparan. Namun, biayanya diprediksi belum tentu lebih murah ketimbang pengadaan baru kotak suara transparan. “Karena harus membongkar dari gudang, kemudian merakit kembali,” kata Arief kepada Kompas.com, di KPU Jakarta, Jumat (11/8/2017). Ketika dikonfirmasi berapa taksiran biaya modifikasi, Arief mengaku belum mempunyai hitungan pasti. Namun, untuk ongkos distribusinya saja jelas lebih murah karena sudah tersebar di daerah. Lelang logistik pemilu, termasuk kotak suara, ditargetkan KPU untuk dilaksanakan pada akhir 2018, setelah ada peraturan KPU, daftar pemilih sementara, serta jumlah tempat pemungutan suara. Dengan demikian, penganggarannya akan masuk pada tahun anggaran 2019. Arief memastikan, pengadaan logistik kotak suara dilakukan melalui mekanisme lelang terbuka. “Mana berani dengan nilai sebesar itu. Pasti lelang itu,” ucap Arief. Sebelumnya, Arief memperkirakan kebutuhan kotak suara untuk Pemilu 2019 mencapai 3 juta. KPU telah memiliki delapan contoh kotak suara terdiri dari dua bahan dasar, karton dan plastik. Harga pokok kotak suara dari karton sekitar Rp 100.000 per unit. Sedangkan harga pokok kotak suara dari plastik bisa dua kali lipat. Itu pun kata Arief, belum ditambah dengan ongkos distribusinya. Arief mengatakan, ongkos distribusinya bisa Rp 100.000 per kotak suara. Sehingga, dengan kebutuhan 3 juta dan asumsi harga Rp 200.000-Rp 300.000 per kotak suara, maka kebutuhan anggarannya mencapai Rp 600 miliar hingga Rp 900 miliar. Sumber: kompas.com

Populer

Belum ada data.